TERAPI
PERILAKU
Suatu terapi yang berfokus untuk
memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang
dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan
konsekuensi-konsekuensitertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah
perilaku khusus secepat-cepatnyadengan mengawasi perilaku belajar si pasien.
Operan conditioning adalah modifikasi perilaku yang dipertajam atau
ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui pemberian reinforcement. Lingkungan sosial
digunakan untuk membantu seseorang dalam meningkatkan kontrol terhadap perilaku
yg berlebihan atau berkurang (Murray & Wilson). 1,2,3
Konsep
Dasar Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi
psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkiniberbagai
gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini
didasarkanpada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada
classical dan operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai
kemajuan pasien dibuat
Terdapat tiga
perubahan dalam penerapan terapi perilaku, yaitu :
1. Terapi
perilaku yang fokus pada memodifikasi perilaku-perilaku tampak (overt
behavior), yakni yang didasarkan pada prinsip dan prosedur clasical dan operant
conditioning. Terdapat dua pendekatan yang terkenal yakni :
a. applied
behavior analysis (Skinner)
Pada pendekatan ini asumsi yang
digunakan adalah perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi (behavior is a
function of its consequences). Prosedur yang digunakan berupa pemberian reinforcement, punishment, extinction dan stimulus
control.
b. Neobehavioristic
mediational stimulus response (Mowrer
& Miller).
Merupakan aplikasi dari konsep clasical conditioning. Pada
pendekatan ini mulai disadari bahwa proses mental mempunyai pengaruh terhadap
hukum belajar yang kemudian membentuk suatu perilaku. Model pendekatan Stimulus
Respon menggunakan proses mediasional. Teknik-teknik yang digunakan berupa systematic desensitization dan flooding.
2. Gerakan
ke dua ialah Social-Cognitive
theory yang diprakarsai oleh
Bandura (1986). Ada 3 faktor yang terpisah namun saling membentuk sistem
interaksi satu sama lainnya, yang berupa lingkungan (external stimulus
event)s, penguatan (external reinforcement), dan proses kognitif (cognitive
mediational processes). Social-Cognitive
Theory beranggapan bahwa
ketiga elemen terseut saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu,
dalam prosedur treatment yang menjadi fokus adalah individu itu sendiri sebagai agent of change. Aplikasi dari
teori ini adalah Cognitive
Behavior Therapy (CBT).
3. Gerakan
ketiga dalam perkembangan terapi perilaku didasari oleh argumentasi Hayes
(2004) yang mulai menggunakan konsep penerimaan (acceptance) yg
merupakan proses aktif dari self-affirmation,
menerima bukan berarti menyerah melainkan keberanian untuk mengalami/merasakan
pikiran perasaan negatif.
a. Dialectical Behaviora Therapy (DBT)
Terdapat dua konsep penting dalam
penerapan DBT, yakni Acceptance
and change dan Mindfullness.
b. Acceptance and Commitment Therapy (ACT).
Sedangkan dalam Acceptance and Commitment Therapy mengkombinasikan prinsip-prinsip
behaviorisme Skinner dengan faktor bahasa dan kognitif serta bagaimana ketiga
faktor tersebut berpengaruh dalam psikopatologi. Terdapat empat konsep utama
yakni:
a) Experiential avoidance. Mengacu
pada proses mencoba untuk menghindari pengalaman pribadi negatif atau
menyedihkan,
b) Acceptance. ACT dirancang untuk
membantu klien belajar bahwa menghindari pengalaman adalah bukan solusi.
c) Cognitive
Defusion. Konsep ini mengacu memisahkan pikiran dari orang lain yang dan
apa yang kita pikirkan.
d) Commitment. ACT berfokus pada
tindakan.
Teknik-teknik Terapi Perilaku
Lesmana (dalam Lubis, 2011) membagi teknik terapi
behavioristik dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum dan
teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai berikut:
a. Teknik-teknik
Tingkah Laku Umum
Teknik
ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah:
1. Skedul penguatan adalah suatu teknik
pemberian penguatan pada klien ketika tingkah laku yang baru selesai dipelajari
dimunculkan oleh klien. Penguatan harus dilakukan terus-menerus sampai tingkah
laku tersebut terbentuk dalam diri klien. Setelah terbentuk, frekuensi
penguatan dapat dikurangi atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak
setiap kali perilaku baru dilakukan). Shaping adalah teknik terapi
yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru secara bertahap. Terapis
dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit,
kemudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
2. Ekstingsi adalah teknik terapi
berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku maladaptif tidak berulang. Ini
didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu
apabila tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang anak yang selalu
menangis untuk mendapatkan yang diinginkannya. Terapis akan bertindak tidak
memberi perhatian sehingga anak tersebut tidak akan menggunakan cara yang sama
lagi untuk mendapatkan keinginannya.
b. Teknik-teknik
Spesifik
Teknik-teknik
spesifik ini meliputi:
1. Desentisasi Sistematik. Teknik ini
adalah teknik yang paling sering digunakan. Teknik ini diarahkan kepada klien
untuk menampilkan respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desentisasi
sistematik melibatkan teknik relaksasi di mana klien diminta untuk
menggambarkan situasi yang paling menimbulkan kecemasan sampai titik di mana
klien tidak merasa cemas. Selanjutnya, Wolpe (dalam Lubis, 2011) menyimpulkan
bahwa ada tiga penyebab teknik desentisasi sistematik mengalami kegagalan,
yaitu: (a)Klien mengalami kesulitan dalam relaksasi yang disebabkan karena
komunikasi terapis dan klien yang tidak efektif atau karena hambatan ekstrem
yang dialami klien.(b)Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, hal ini
kemungkinan disebabkan karena penanganan tingkatan yang keliru.(c) Klien tidak
mampu membayangkan
2. Pelatihan Asertivitas.Teknik ini
mengajarkan klien untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif.
Prosedur yang digunakan adalah permainan peran (role playing).
Teknik ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau
menegaskan diri di hadapan orang lain. Pelatihan asertif biasanya digunakan
untuk kriteria klien sebagai berikut: (a)Tidak mampu mengungkapkan kemarahan
atau perasaan tersinggung. (b) Menunjukkan kesopanan secara berlebihan dan
selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya. (c) Memiliki kesulitan untuk
mengatakan tidak. (d)Mengalami kesulitan mengungkapkan afeksi dan respons
positif lainnya. (e) Merasa tidak memiliki hak untuk memiliki
perasaan dan pikiran sendiri. Melalui teknik permainan peran, terapis akan
memperlihatkan bagaimana kelemahan klien dalam situasi nyata. Kemudian klien
akan diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri di hadapan
orang lain.
3. Time-Out. Merupakan teknik aversif yang sangat
ringan. Apabila tingkah laku yang tidak diharapkan muncul, maka klien akan
dipisahkan darireinforcement positif. Time-out akan
lebih efektif bila dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya lima
menit. Contoh kasus: seorang anak yang senang memukul adiknya akan dimasukkan
dalam kamar gelap selama lima menit bila terlihat melakukan tindakan tersebut,
karena takut akan dimasukkan ke kamar gelap kembali, biasanya anak akan menghentikan
tindakan yang salah tersebut.
4. Implosion dan Flooding. Teknik implosion mengarahkan
klien untuk membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang,
karena dilakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang menakutkan tidak
terjadi, maka diharapkan kecemasan klien akan tereduksi atau terhapus. Menurut
Stampfl (dalam Lubis, 2011). Terapiimplosion adalah teknik yang
menantang pasien untuk "menatap mimpi-mimpi buruknya." Ia menambahkan
bahwa teknik implosion sangat bagus digunakan untuk pasien
gangguan jiwa yang berada di rumah sakit, klien neurotik, klien psikotik, dan
fobia. Sementara itu menurut Corey (dalam Lubis, 2011) flooding merupakan
teknik di mana terjadi pemunculan stimulus yang menghasilkan kecemasan secara
berulang-ulang tanpa pemberian reinforcement. Klien akan
membayangkan situasi dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien
tersebut.Flooding bersifat lebih ringan karena situasi yang
menimbulkan kecemasan tidak menyebabkan konsekuensi yang parah.
Selain
teknik-teknik yang telah dikemukakan di atas, Corey (dalam Lubis, 2011)
menambahkan beberapa teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristik.
Diantaranya, adalah:
1. Reinforcement positif. Adalah teknik yang
digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingkah laku yang
diharapkan muncul. Contoh: senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas, medali,
uang, dan hadiah lainnya. Pemberian reinforcement positif dilakukan agar klien
dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk.
2. Modelling. Dalam teknik ini, klien dapat
mengamati seseorang yang dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian
diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini, terapis
dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh klien .
3. Token Economy. Teknik ini dapat diberikan apabila
persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku
klien. Metode ini menekankan penguatan yang dapat dilihat dan disentuh oleh
klien (misalnya kepingan logam) yang dapat ditukar oleh klien dengan objek atau
hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan pemikat oleh
klien untuk mencapai sesuatu. Misalnya, pada anak pemalas, bila ia bersedia
untuk menyapu rumahnya, ia akan diberi satu logam. Bila berhasil mengumpulkan
10 logam, anak tersebut akan dibelikan sepeda.
Unsur-Unsur
Terapi Perilaku
1.
Munculnya
gangguan
Model
humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian
besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan
manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat
banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan
pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu
adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer
psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an,
eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2.
Tujuan
Terapi
- Menyajikan kondisi-kondisi
untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
-
Menghapus penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien menemukan
dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
- Membantu klien agar bebas
dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
3.
Peran
Terapis
Menurut
Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut :
•Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi
•Menyadari peran dan tanggung jawab
terapis
•Mengakui sifat timbale balik dari
hubungan terapeutik.
•Berorientasi pada pertumbuhan
•Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
•Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
Daftar Pustaka
Corey, Gerald. (1996). Theory
and Practice of Counseling and Psychotherapy. USA: Brooks Cole.
Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group