MITOS
Di indonesia masih banyak orang – orang yang menanggapi serius dengan
mitos – mitos yang ada, berikut contoh – contoh mitos yang ada di
indonesia :
* Anak gadis dilarang keras makan di depan pintu, katanya bisa batal
dilamar orang alias balik kucing. (ini mitosnya). Kalau dipikir-pikir
memang tidak pantas makan di depan pintu, fungsi pintu hanya untuk jalan
keluar masuk saja. Kalau memang makan ya di ruang makan atau di tempat
yang layak untuk makan. Hubungan dengan yang nglamar balik lagi apa ya ?
otomatis balik, semua cowok pasti pengen calon istri yang punya sopan
santun, lah kalau makannya di depan pintu dan berdiri pasti ilfeel (ntar
disangka kuda, kan makannya kuda berdiri). Karena itu ga jadi nglamar.
* Mitos lain, calon pengantin perempuan dilarang keras keramas ketika
dekat hari H kenapa ? katanya supaya tidak turun hujan deras ketika
resepsi berlangsung yang bisa mengacaukan acara. Masuk akal tidak ya ?
keramas dan hujan ? logikanya kenapa calo pengantin perempuan dilarang
membasahi rambutnya (keramas) karena kata penata rias pengantin, kalau
rambut yang akan disanggul itu di keramasi maka tekstur rambut jadi
halus dan lembek ini menyulitkan si penata rambut memasang sanggul. Jadi
ketika hari H si calon pengantin tidak boleh keramas supaya lebih mudah
disasak dan dipasang sanggul. (kalau aku mah kerudungan aja pas nikah,
biar bisa keramas sesukaku hehehe) urusan hujan cuekin aja, cari bulan
nikahnya dimusim kemarau biar ga keujanan.
* Kalau nyapu harus sampai tuntas jangan dikumpulin dipojokan, nanti
biar rejekinya tidak mampet (ini mitosnya). Kalau dimarahin sama Ibu,
Nenek, atau buyut kamu soal ini jangan marah dulu, pikirin aja yang
masuk akal, yang disapu pasti kotoran dan debu kan ? kalau terlalu lama
dikumpulin di pojokan setiap kamu nyapu jadinya rumah atau kamar kamu
bakal kotor, kalau keadaan kotor pasti bikin malas. Jadinya tidak bisa
melakukan sesuatu hal yang bisa menguntungkan, misalnya gara-gara kamar
kotor malas belajar bisa jadi kan, akhirnya rejeki baik untuk dapat
nilai bagus terhambat kan ? anggap saja begitu.
* Seorang Ayah yang pulang kerja, ketika punya baby harus ke kamar
mandi dulu untuk cuci tangan dan kaki, katanya supaya setan dari luar
yang ikit di badan si Ayah tidak menakuti bayinya. Logika untuk itos ini
mudah saja tentu saja orang yang pulang kerja lewat jalan yang penuh
dengan debu dan kotoran, belum lagi kalau macet dan asap kendaraan
menempel di baju. Bayi yang baru lahir belum memiliki anti body yang
kuat jadi rentann terkena berbagai macam penyakit. Debu dan kotoran yang
menempel di baju si Ayah ialah sarang kuman dan virus, jadi harus
dihilangkan dulu dengan cara cuci tangan dan kaki, lebih baik lagi kalau
mandi dulu, baru timang-timang anak tersayang.
Namun cerita mitologi yang paling luas
persebarannya hampir di seluruh Asia Tenggara adalah mitologi Dewi Padi
atau Dewi Sri. Yaitu cerita tentang asal usul beras yang dikaitkan
dengan cerita Dewi Sri. Hampir seluruh daerah di Indonesia, mitologi
tentang beras selalu dikaitkan dengan cerita Dewi Sri. Walaupun tema
ceritanya sama, yaitu Dewi Sri, tetapi setiap daerah memiliki cerita
yang berbeda tentang tokoh Dewi Sri ini. Baiklah, berikut ini akan
sedikit disampaikan cerita tentang Dewi Sri dengan versi cerita yang
berbeda. Menurut versi di daerah Surabaya, Dewi Sri adalah seorang putri
dari Kerajaan Purwacarita. Ia mempunyai seorang saudara laki-laki yang
bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur, kedua anak raja itu
disihir oleh ibu tiri mereka. Sadana diubah menjadi seekor burung
layang-layang, dan Sri diubah menjadi ular sawah. Dengan demikian, Sri
menjadi dewi padi dan kesuburan.
Ada
pula daerah lain, memili versi yang berbeda tentang cerita Dewi Sri.
Menurut ceritanya, padi berasal dari jenazah Dewi Sri, istri Dewa Wisnu.
Selain padi masih ada tanaman-tanaman lainnya, yang juga berasal dari
jenazah Dewi Sri. Dari tubuhnya tumbuh pohon aren, dari kepalanya tumbuh
pohon kelapa, dari kedua tangannya tumbuh pohon buah-buahan, dan dari
kedua kakinya tumbuh tanaman akar-akaran seperti ubi jalar dan ubi
talas. Dewi Sri meninggal karena dirongrong terus-menerus oleh raksasa
yang bernama Kala Gumarang. Raksasa ini wataknya sangat keras hati,
sehingga setelah meninggal ia masih berkesempatan untuk menjelma menjadi
rumput liar, yang selalu mengganggu tanaman padi (jelmaan Dewi Sri),
yang menjadi kecintaannya itu.
Dari contoh mitologi tentang
Dewi Sri tersebut, menunjukkan bagaimana masyarakat pada masa sebelum
tulisan menjelaskan tentang asal usul padi sebagai suatu bentuk kejadian
alam. Kita tidak bisa melacak dengan menggunakan sumber-sumber
tertulis, sebab tidak ditemukan sumber-sumbernya. Yang kita temukan
adalah suatu cerita rakyat tentang Dewi Sri dalam bentuk tradisi lisan.
Cerita ini sudah mengalami pewarisan dari generasi ke generasi. Bahkan
sampai sekarang di beberapa daerah, tokoh Dewi Sri dianggap sebagai dewi
yang memberi kesuburan pada penanaman padi, sehingga kalau habis panen
diadakan upacara sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Dewi Sri.
Disini saya akan membahas tentang Dewi Sri tersebut
Dewi Sri atau
Dewi Shri (
Bahasa Jawa),
Nyai Pohaci Sanghyang Asri (
Bahasa Sunda), adalah dewi
pertanian, dewi
padi dan
sawah, serta dewi kesuburan di pulau
Jawa dan
Bali. Pemuliaan dan pemujaan terhadapnya berlangsung sejak masa pra-Hindu dan pra-Islam di pulau Jawa.
Atribut dan legenda
Ia dipercaya sebagai dewi yang menguasai ranah dunia bawah tanah juga
bulan. Perannya mencakup segala aspek
Dewi Ibu, yakni sebagai pelindung kelahiran dan kehidupan. Ia juga dapat mengendalikan bahan makanan di
bumi terutama
padi:
bahan makanan pokok masyarakat Indonesia; maka ia mengatur kehidupan,
kekayaan, dan kemakmuran. Berkahnya terutama panen padi yang berlimpah
dan dimuliakan sejak masa kerajaan kuno di pulau Jawa seperti
Majapahit dan
Pajajaran.
Dewi Sri juga mengendalikan segala kebalikannya yaitu ; kemiskinan,
bencana kelaparan, hama penyakit, dan hingga batas tertentu, memengaruhi
kematian. Karena ia merupakan simbol bagi padi, ia juga dipandang
sebagai ibu kehidupan. Seringkali ia dihubungkan dengan tanaman padi dan
ular sawah.
Mitos dewi padi
Kebanyakan kisah mengenai Dewi Sri terkait dengan
mitos
asal mula terciptanya tanaman padi, bahan pangan utama di kawasan ini.
Berikut ini adalah salah satu kisah mengenai Dewi Sri sebagai dewi padi
berdasarkan "Wawacan Sulanjana"
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru
yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap
dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk
membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah
ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya.
Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat
cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk
bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat
dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia
meminta nasihat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah
yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan
tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa
Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib
tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai
permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang
yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu
dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau
memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja
membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun
berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu
dengan seekor burung gagak
yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan kemana ia hendak pergi.
Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab
pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong sehingga ia
amat tersinggung dan marah.
Burung hitam itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan
kebingungan. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera
bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak
tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar
Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan
menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang
selamat, utuh dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan
Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan
tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru
memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas.
Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun
menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah
seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi
perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu.
Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus
tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang
memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi
khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu.
Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci.
Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika
dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka
para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan
Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan
rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada
jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci.
Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan
dan segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera
mati keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan
dosa besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi
dibawa turun ke bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap dewata
pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian
dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka
tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia.
- Dari kepalanya muncul pohon kelapa.
- Dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur.
- Dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum
- Dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis.
- Dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai
pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren atau enau bersadap nira manis.
- Dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu.
- Dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna bagi manusia.
Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya,
sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua
tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak
saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai
sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah
memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi
manusia. Pada sistem kepercayaan Kerajaan Sunda Kuno
Nyi Pohaci Sanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi dan
terpenting bagi masyarakat agraris. Sebagai tokoh agung yang sangat
dimuliakan, ia memiliki berbagai versi cerita, kebanyakan melibatkan
Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci) dan saudara laki-lakinya Sedana
(Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan Medang Kamulan,
atau kahyangan (dengan keterlibatan dewa-dewa seperti Batara Guru), atau
kedua-duanya.
Di beberapa versi, Dewi Sri dihubungkan dengan
ular sawah
sedangkan Sadhana dengan burung sriti (walet). Ular sawah dikaitkan
dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal
dan kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memangsa
tikus yang menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti
di India dan Thailand, berbagai jenis
ular terutama
ular sedok pun dihubungkan dengan mitos kesuburan sebagai pelindung sawah.
Dewi Sri selalu digambarkan sebagai gadis muda yang cantik,
ramping tapi bertubuh sintal dan berisi, dengan wajah khas kecantikan
alami gadis asli Nusantara. Mewujudkan perempuan di usia puncak
kecantikan, kewanitaan, dan kesuburannya.
Kebudayaan adiluhung Jawa dengan selera estetis tinggi menggambarkan
Dewi Sri seperti penggambaran dewi dan putri ningrat dalam pewayangan.
Wajah putih dengan mata tipis menatap ke bawah dengan raut wajah yang
anggun dan tenang. Serupa dengan penggambaran kecantikan dewi
Sinta dari kisah
Ramayana.
Pasangannya,
Sedhana juga digambarkan dengan rupa bagus seperti
Rama. Patung
loro blonyo (berarti: "dua lapik atau dasar") yang menggambarkan sepasang lelaki dan perempuan, juga diibaratkan sebagai pasangan
Dewi Sri dan
Sedhana.
Ritual dan adat
Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa,
Sunda, dan Bali . Meskipun demikian banyak versi mitos serupa mengenai
dewi kesuburan juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia.
Meskipun kini orang Indonesia kebanyakan adalah
muslim atau beragama
hindu, sifat dasarnya tetap bernuansa animisme dan dinamisme.
Kepercayaan lokal seperti
Kejawen dan
Sunda Wiwitan
tetap berakar kuat dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus berlangsung
bersamaan dengan pengaruh Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Beberapa
kraton di Indonesia, seperti kraton di
Cirebon,
Ubud,
Surakarta, dan
Yogyakarta tetap membudayakan tradisi ini. Sebagai contoh upacara selamatan atau syukuran panen di Jawa disebut
Sekaten atau
Grebeg Mulud yang juga berbarengan dengan perayaan
Maulid Nabi Muhammad.
Sebuah kuil kecil persembahan untuk Dewi Sri dibangun di tengah sawah, Karangtengah, Jawa Tengah.
Masyarakat tradisional Jawa, terutama pengamal ajaran
Kejawen, memiliki tempat khusus di tengah rumah mereka untuk Dewi Sri yang disebut
Pasrean
(tempat Dewi Sri) agar mendapatkan kemakmuran. Tempat khusus ini
dihiasi dengan ukiran ular dan patung loro blonyo, kadang-kadang lengkap
dengan peralatan pertanian seperti
ani-ani atau
arit
kecil dan sejumput padi. Sering pula diberi sesajen kecil untuk
persembahan bagi Dewi Sri. Patung loro blonyo dianggap sebagai
perwujudan Sri dan Sedhana, atau
Kamaratih dan
Kamajaya, semuanya merupakan lambang kemakmuran dan kebahagiaan rumah tangga, serta kerukunan hubungan suami-istri.
Pada masyarakat petani di pedesaan Jawa, ada tradisi yang melarang
mengganggu dan mengusir ular yang masuk ke dalam rumah. Malah ular itu
diberikan persembahan dan dihormati hingga ular itu pergi dengan
sendirinya, tradisi ini menganggap ular adalah pertanda baik bahwa panen
mendatang akan berhasil melimpah. Pada upacara slametan menanam padi
juga melibatkan dukun yang mengelilingi desa dengan
keris berkekuatan gaib untuk memberkati bibit padi yang akan ditanam.
Masyarakat Sunda memiliki rangkaian perayaan dan upacara khusus yang dipersembahkan untuk Dewi Sri. Misalnya upacara
Seren Taun yang digelar tiap tahun oleh masyarakat
Baduy, Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul,
Kampung Naga,
Cigugur, Kuningan, dan berbagai komunitas tradisional Sunda lainnya.
Tradisi ini ditelusuri sudah dilakukan sejak zaman
Kerajaan Sunda
purba. Upacara digelar untuk memberkati bibit padi yang akan ditanam
serta padi yang akan dipanen. Pada perayaan ini masyarakat Sunda
menyanyikan beberapa
pantun atau
kidung seperti
Pangemat dan
Angin-angin.
Kidung nyanyian ini dimaksudkan untuk mengundang Dewi Sri agar sudi
turun ke bumi dan memberkati bibit padi, supaya para petani sehat, dan
sebagai upacara
ngaruwat atau
tolak bala; untuk menangkal kesialan atau nasib buruk yang mungkin dapat menimpa para petani
Pada saat memanen padi pun masyarakat tradisional Sunda tidak boleh menggunakan
arit atau
golok untuk memanen padi, mereka harus menggunakan
ani-ani
atau ketam, pisau kecil yang dapat disembunyikan di telapak tangan.
Masyarakat Sunda percaya bahwa Dewi Sri Pohaci yang berjiwa halus dan
lemah lembut akan ketakutan melihat senjata tajam besar seperti arit
atau golok. Selain itu ada kepercayaan bahwa padi yang akan dipanen,
yang juga perwujudan sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan
lembut satu persatu, tidak boleh dibabat secara kasar begitu saja.
Masyarakat petani di Bali biasanya menyediakan kuil kecil di sawah
untuk memuliakan Dewi Sri. Kuil kecil ini sering kali diberi sesajen
sebagai persembahan agar Dewi Sri sudi melindungi sawah mereka dan
mengkaruniai kemakmuran dan panen yang berlimpah. Pada sistem
kepercayaan
Hindu Dharma, Dewi Sri dianggap sebagai perwujudan atau perpaduan beberapa dewi-dewi
Hindu seperti dewi
Lakshmi,
Dewi,
dan Shri (gabungan sifat sakti dewi Hindu). Di Bali Dewi ini dianggap
sebagai dewi padi, kesuburan, penjamin keberhasilan panen, serta
kemakmuran dan pelindung keluarga.
http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/pengertian-dan-contoh-contoh-mitos-di.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sri